Hoah, hari penerimaan rapor tiba. Sesuai dugaan, hasilnya tidak memuaskan. Walaupun tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan, tapi aku masih bersyukur karena ini adalah hasil perjuanganku sendiri (baca: tanpa nyontek sama sekali) selama satu semester ini. Namun, ya seperti biasa aku merasa kecewa. Siapa yang tidak kecewa jika hasil yang diperoleh setelah berjuang dengan gigih dan penuh kejujuran 'kalah' dengan hasil yang diperoleh dengan cara yang tidak jujur (nyontek dll)?
Aku pikir apa yang aku rasakan masih dalam taraf manusiawi kok.
Ini sebuah retorika yang mencerminkan kegalauan orang-orang yang punya prinsip antinyontek sepertiku. Bukan karena takut ketahuan oleh guru atau sok-sokan, tapi prinsip itulah yang membuat hati merasa tenang karena tidak membohongi diri sendiri maupun orang lain, terutama guru-guru dan kedua orangtua yang telah membiayai kita sekolah. Kata salah satu kakak kelasku, kalau kita nyontek sama saja orangtua kita menyekolahkan teman yang kita conteki. Selain itu, yang paling penting adalah nyontek itu dosa dan kata guruku waktu SMP nyontek itu sama saja dengan mencuri.
Tidak selamanya aku harus meratapi raporku. Bukan hanya karena teman-teman sekelasku yang 93,75 % alias 30 dari 32 siswa adalah pencontek baik yang kelas teri maupun kelas kakap. Toh, itu berarti aku juga kurang maksimal dalam belajar. Kadang aku ingin menangis ketika aku yang sudah belajar sungguh-sungguh hanya mendapatkan nilai 70, sedangkan teman-temanku yang mengandalkan ajian 'mata elang' alias lirak-lirik sana sini alias nyontek mendapatkan nilai 90-an ke atas. Dan aku hanya tertunduk menahan tangis sambil terus mengelus dada, mencoba tetap tegar dan sabar dalam menghadapi semua ini. Kenyataan bahwa hanya 2 anak di kelasku yang jujur sempat membuatku down dan hanya bisa bertanya: kapan mereka bisa sadar? Dengan kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa persaingan yang ada di kelasku tidak sehat dan sangat tidak sportif.
Oke, stop menyalahkan diri sendiri maupun orang lain. Refleksi selama satu semester ini yang aku rasa berkaitan dengan nilai raporku:
- Aku sering mbolos pelajaran. Bukan karena bandel, tapi karena urusan organisasi dan lomba-lomba baik akademis maupun nonakademis. Otomatis aku ketinggalan pelajaran dan harus mempelajari materi yang aku tinggalkan sendiri tanpa penjelasan dari guru. Padahal, aku tipe orang yang kurang bisa memahami pelajaran kalau tidak dijelaskan secara langsung oleh guru. Masalah klasik sih karena pemahaman setiap orang itu berbeda-beda.
- Ada beberapa pelajaran yang gurunya tidak pernah mengadakan ulangan. Masuk kelas pun hanya meminta murid-murid untuk berdiskusi secara kelompok kemudian mempresentasikannya, mengerjakan soal-soal di modul kemudian mencocokkan jawabannya bersama-sama, tidak pernah menjelaskan materi yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya sebagai guru untuk disampaikan kepada siswa. Aku bingung dengan guru yang tipenya seperti ini. Dari mana mereka memutuskan untuk memberikan nilai tertentu kepada muridnya? Aku curiga kalau hanya berdasarkan suka atau tidak sukanya guru itu terhadap murid yang akan diberinya nilai, dengan kata lain hanya penilaian secara subjektif saja. Masalahnya, guruku di SMP ada yang tipenya seperti itu dan sangat subjektif dalam memberikan nilai.
- Teman-temanku adalah manusia instan yang hanya mau enaknya saja. Nggak semuanya sih, tapi sebagian besar seperti itu. Aku kadang merasa gemas dengan tingkahnya. Pagi hari bilang kalau malamnya belum belajar dan tidak paham dengan apa yang nanti siang akan diulangankan, tapi minggu berikutnya nilainya WOW hampir semuanya mendapatkan nilai 90-an bahkan 100. Hal itulah yang membuat mentalku down karena takut 'kalah' duluan dan akhirnya malah jadi grogi dan jadi lupa-lupa ingat dengan apa yang sudah dipelajari.
- Aku bukan manusia yang belajar dengan cara menghafal yang bisa menghafalkan 6 bab materi dalam sekejap saja. Aku manusia yang belajar dengan cara memahami materi, jadi dapat disimpulkan bahwa aku sulit menghafal. Padahal ada beberapa guru yang kalau jawaban siswanya tidak sama persis atau tidak sesuai dengan apa yang ada di modul akan memberikan nilai yang kurang. Aku pernah mendapatkan nilai 70 dalam sebuah pelajaran gara-gara aku menjawab sesuai dengan pemahamanku, sedangkan temanku yang menjawab sesuai dengan modul mendapatkan nilai 100.
- Allah tidak mau melihat hamba-Nya menjadi sombong atas apa yang telah diraihnya, begitu kata wali kelasku sekarang. Berdasarkan penafsiranku, apabila saat ini kita 'kalah' atau belum mendapatkan apa yang kita inginkan, kita tidak boleh bersedih hati karena Allah tidak ingin kita menjadi orang yang sombong apabila kita 'menang' atas pencapaian yang telah kita raih. Oleh karena itu, kita harus tetap semangat, lebih giat berusaha, dan jangan lupa untuk terus berdoa untuk meraihnya.
Pokoknya aku harus tetap semangat, aku harus lebih giat belajar, aku harus terus berjuang, aku harus terus berusaha, aku harus lebih banyak berdoa, aku harus lebih sukses daripada mereka! Suatu saat nanti semuanya akan terungkap, kejujuran akan mengalahkan kebohongan! Aku harus tetap yakin bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah, aku harus tetap yakin bahwa semua pasti ada hikmahnya, aku harus tetap yakin bahwa kelak akan ada balasan yang sesuai dengan apa yang telah dikerjakan! DON'T BE A LIAR, BE HONEST FOR YOUR BETTER FUTURE! Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah ketika kedua orangtua dan orang-orang tersayangmu tersenyum kepadamu karena kamu telah berhasil meraih kesuksesan atas apa yang telah kamu perjuangkan dengan penuh kejujuran!
This entry was posted
on 12.27.00
.
You can leave a response
and follow any responses to this entry through the
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
.