Janganlah menjadi orang yang ceroboh karena ceroboh akan membawamu pada hal yang memalukan!
Apa, sih, hubungannya? Simak saja dalam kisahku berikut ini. Selamat membaca dan ngakak sepuas-puasnya! Mohon maaf apabila terdapat banyak promosi terselubung dalam postingan Blog saya ini. Semoga bermanfaat.
Senin, 12 April 2010
Sehabis pulang sekolah aku segera meluncur ke Rabbani Sell guna membeli sebuah kartu perdana baru karena kartuku yang lama error. Kutempuh perjalanan hanya dalam waktu beberapa menit saja karena letaknya tidak jauh dari sekolah, tepatnya di sebelah Utara Warung Bakso dan Mie Ayam Pak Kumis yang terkenal uenak itu. Hehehe. Sesampainya di sana mataku langsung tertuju pada salah satu kartu perdana Mentari dari Indosat. Akhirnya, kubeli kartu itu.
Sampai di rumah, kupindahkan semua kontak yang ada di memori kartu lamaku ke memori handphone. Kumatikan handphoneku, kupasang kartu baruku, kupindahkan semua kontak yang ada di memori handphoneku ke memori kartu baruku. Tak lupa kudaftarkan kartu baruku. Selesai. Kumatikan handphoneku, kupasang kartu lamaku. Ribetnya.
Selasa, 13 April 2010
Pagi-pagi handphoneku berbunyi. Ada sms, hehehe. Kubuka sms dari nomor tanpa nama itu. Oh, mungkin dari Fachruri, pikirku. Kusimpan kontaknya di memori handphone dengan nama Fachruri. Karena sms itu membutuhkan jawabanku, kuganti kartu lamaku dengan kartu baruku. Lalu kubalas smsnya dengan bahasa anak remaja sewajarnya yang tidak jelas. Hehehe.
Rabu, 14 April 2010
Pagi itu aku pergi ke rumah kakak sepupuku Ovi di Dakawon. Siangnya aku sms Bu Supri, Guru Bahasa Indonesia di sekolahku tercinta untuk menanyakan jadwal lomba. Tak berapa lama kemudian handphoneku berbunyi. Sms dari Fachruri. Kubuka smsnya, setelah kubaca smsnya aku menjadi bingung sendiri. Balasannya sungguh tidak nyambung sekali dengan smsku kemarin. Aku jadi bingung. Balasan dari Bu Supri juga tak kunjung datang.
Hari sudah sore, akupun pamit untuk pulang. Di sepanjang jalan aku berfikir keras tentang sms-sms yang sangat tidak nyambung sekali tadi. Sampai akhirnya di tengah bulak Berjo III terbesit suatu hal yang menimbulkan bermilyar tanda tanya di pikiranku. Apa mungkin aku salah kirim? Apa mungkin aku salah menyimpan kontak?
Sampai di rumah, aku segera memeriksa kontak-kontak di handphoneku. Yang pertamakali kulihat adalah kontak Bu Supri, kucatat nomor handphonenya di buku gambarku. Yang kedua, kontak Fachruri. Kucatat nomor handphonenya di buku gambarku, tak jauh dari nomor handphone Bu Supri. Kuamati dalam-dalam. Dan. Astaga! Nomornya sama! Nomor yang kusangka milik Fachruri itu nomor handphone Bu Supri! Jadi selama dua hari ini smsku untuk Fachruri dengan bahasa yang tidak jelas itu sampai di Bu Supri! Duh, malunya aku. Untung smsku nggak aneh-aneh.
Sehabis mandi aku segera mengirim sms permohonan maaf untuk Bu Supri. Kujelaskan semuanya pada beliau. Untunglah beliau memaklumi kesalahanku dan memaafkanku. Uhh, leganya hatiku walaupun masih terkubur dalam perasaan maluku itu.
Nah, untuk para pembaca semoga dapat mengambil hikmahnya. Jangan sampai bertindak sepertiku tadi, ya! Ok!
(Cerpen telah dimuat di Bulletin Angkasa Edisi IV dengan pengubahan seperlunya. Sebenernya cerpen kisah nyata ini aku buat memenuhi tugas dari Bu Puji, tapi kok nggak ada yang minta izin sama aku dulu ya kalau mau dimuat di Bulletin Angkasa? Huft... Ngisin-isini!)
Apa, sih, hubungannya? Simak saja dalam kisahku berikut ini. Selamat membaca dan ngakak sepuas-puasnya! Mohon maaf apabila terdapat banyak promosi terselubung dalam postingan Blog saya ini. Semoga bermanfaat.
Senin, 12 April 2010
Sehabis pulang sekolah aku segera meluncur ke Rabbani Sell guna membeli sebuah kartu perdana baru karena kartuku yang lama error. Kutempuh perjalanan hanya dalam waktu beberapa menit saja karena letaknya tidak jauh dari sekolah, tepatnya di sebelah Utara Warung Bakso dan Mie Ayam Pak Kumis yang terkenal uenak itu. Hehehe. Sesampainya di sana mataku langsung tertuju pada salah satu kartu perdana Mentari dari Indosat. Akhirnya, kubeli kartu itu.
Sampai di rumah, kupindahkan semua kontak yang ada di memori kartu lamaku ke memori handphone. Kumatikan handphoneku, kupasang kartu baruku, kupindahkan semua kontak yang ada di memori handphoneku ke memori kartu baruku. Tak lupa kudaftarkan kartu baruku. Selesai. Kumatikan handphoneku, kupasang kartu lamaku. Ribetnya.
Selasa, 13 April 2010
Pagi-pagi handphoneku berbunyi. Ada sms, hehehe. Kubuka sms dari nomor tanpa nama itu. Oh, mungkin dari Fachruri, pikirku. Kusimpan kontaknya di memori handphone dengan nama Fachruri. Karena sms itu membutuhkan jawabanku, kuganti kartu lamaku dengan kartu baruku. Lalu kubalas smsnya dengan bahasa anak remaja sewajarnya yang tidak jelas. Hehehe.
Rabu, 14 April 2010
Pagi itu aku pergi ke rumah kakak sepupuku Ovi di Dakawon. Siangnya aku sms Bu Supri, Guru Bahasa Indonesia di sekolahku tercinta untuk menanyakan jadwal lomba. Tak berapa lama kemudian handphoneku berbunyi. Sms dari Fachruri. Kubuka smsnya, setelah kubaca smsnya aku menjadi bingung sendiri. Balasannya sungguh tidak nyambung sekali dengan smsku kemarin. Aku jadi bingung. Balasan dari Bu Supri juga tak kunjung datang.
Hari sudah sore, akupun pamit untuk pulang. Di sepanjang jalan aku berfikir keras tentang sms-sms yang sangat tidak nyambung sekali tadi. Sampai akhirnya di tengah bulak Berjo III terbesit suatu hal yang menimbulkan bermilyar tanda tanya di pikiranku. Apa mungkin aku salah kirim? Apa mungkin aku salah menyimpan kontak?
Sampai di rumah, aku segera memeriksa kontak-kontak di handphoneku. Yang pertamakali kulihat adalah kontak Bu Supri, kucatat nomor handphonenya di buku gambarku. Yang kedua, kontak Fachruri. Kucatat nomor handphonenya di buku gambarku, tak jauh dari nomor handphone Bu Supri. Kuamati dalam-dalam. Dan. Astaga! Nomornya sama! Nomor yang kusangka milik Fachruri itu nomor handphone Bu Supri! Jadi selama dua hari ini smsku untuk Fachruri dengan bahasa yang tidak jelas itu sampai di Bu Supri! Duh, malunya aku. Untung smsku nggak aneh-aneh.
Sehabis mandi aku segera mengirim sms permohonan maaf untuk Bu Supri. Kujelaskan semuanya pada beliau. Untunglah beliau memaklumi kesalahanku dan memaafkanku. Uhh, leganya hatiku walaupun masih terkubur dalam perasaan maluku itu.
Nah, untuk para pembaca semoga dapat mengambil hikmahnya. Jangan sampai bertindak sepertiku tadi, ya! Ok!
(Cerpen telah dimuat di Bulletin Angkasa Edisi IV dengan pengubahan seperlunya. Sebenernya cerpen kisah nyata ini aku buat memenuhi tugas dari Bu Puji, tapi kok nggak ada yang minta izin sama aku dulu ya kalau mau dimuat di Bulletin Angkasa? Huft... Ngisin-isini!)
This entry was posted
on 17.40.00
.
You can leave a response
and follow any responses to this entry through the
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
.